MENIKMATI KRITIK DAN CELAAN

 “Mengapa kami tidak akan bertawakkal kepada Allah padahal Dia telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakkal itu, berserah diri".(Q.S. 14; 12)

Kejernihan dan kekotoran hati seseorang akan tampak jelas tatkala dirinya ditimpa kritik, celaan, gangguan atau penghinaan dari orang lain. Bagi orang yang lemah akal dan imannya, niscaya akan mudah goyah dan resah. Ia akan sibuk menganiaya diri sendiri dengan membuang-buang waktu untuk memikirkan kemungkinan melakukan pembalasan. Mungkin dengan cara-cara mengorek-ngorek pula aib lawannya tersebut atau mencari dalih-dalih untuk membela diri, yang ternyata ujung dari perbuatannya tersebut hanya akan membuat dirinya semakin tenggelam dalam kesengsaraan batin dan kegelisahan.

Persis seperti orang yang sedang duduk di sebuah kursi sementara di bawahnya ada seekor ular berbisa yang siap mematuk kakinya. Tiba-tiba datang beberapa orang yang memberitahukan bahaya yang mengancam dirinya itu. Yang seorang menyampaikannya dengan cara halus, sedangkan yang lainnya dengan cara kasar. Namun, apa yang terjadi? Setelah ia mendengar pemberitahuan itu, diambilnya sebuah pemukul, lalu dipukulkannya, bukan kepada ular namun kepada orang-orang yang memberitahukan adanya bahaya tersebut.

Lain halnya dengan orang yang memiliki kejernihan hati dan ketinggian akhlak. Ketika datang badai kritik, celaan, gangguan serta penghinaan seberat atau sedahsyat apapun, dia tetap tegar, tak goyah sedikit pun. Malah ia justru dapat menikmati karena yakin betul bahwa semua musibah yang menimpanya tersebut semata-mata terjadi dengan seijin Allah Azza wa Jalla.

Allah Subhanahu Wata’ala Maha mengetahui segala aib dan cela hamba-Nya dan Dia berkenan memberitahukannya dengan cara apa saja dan melalui siapa saja yang dikehendaki-Nya. Terkadang melaluai nasehat yang halus, adakalanya lewat obrolan dan guyonan seorang teman, bahkan tak jarang berupa cacian teramat pedas dan menyakitkan. Ia pun bisa muncul melalui lisan seorang guru, ulama, orang tua, sahabat, adik, musuh, atau siapa saja. terserah Allah Subhanahu Wata’ala

Jadi, mengapa kita harus merepotkan diri membalas orang-orang yang menjadi jalan keuntungan bagi kita? Padahal seharusnya kita bersyukur dengan sebesar-besar syukur karena tanpa kita bayar atau kita gaji mereka sudi meluangkan waktu memberitahu segala kejelekkan dan aib yang mengancam amal-amal shaleh kita di akhirat kelak.

Oleh karena itu, jangan aneh jika kita saksikan orang-orang mulia dan ulama yang shaleh ketika dihina dan dicaci, sama sekali tidak menunjukkan perasaan sakit hati dan keresahan. Sebaliknya, mereka justru bersikap penuh dengan kemuliaan, memaafkan dan bahkan mengirimkan hadiah sebagai tanda terima kasih atas pemberitahuan ihwal aib yang justru tidak sempat terlihat oleh dirinya sendiri, tetapi dengan penuh kesungguhan telah disampaikan oleh orang-orang yang tidak menyukainya.

Allah Subhanahu Wata’ala Allah berfirman :

”Janganlah kamu sedih oleh perkataan mereka. Sesungguhnya kekuasaan itu seluruhnya adalah kepunyaan Allah. dialah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. ”(Q.S. 10; 65)

Bagi kita yang berlumur dosa ini, hendaklahlah senantiasa waspada terhadap pemberitahuan dari Allah yang setiap saat bisa datang dengan berbagai bentuk.

Ketahuilah, ada tiga bentuk sikap orang yang menyampaikan kritik. Pertama, kritiknya benar dan caranya pun benar. Kedua, kritiknya benar, tetapi caranya menyakitkan. Dan ketiga, kritiknya tidak benar dan caranya pun menyakitkan.

Bentuk kritik yang manapun datang kepada kita, semuanya menguntungkan. Sama sekali tidak menjatuhkan kemuliaan kita dihadapan siapapun, sekiranya sikap kita dalam menghadapinya penuh dengan kemuliaan sesuai dengan ketentuan Allah Subhanahu Wata’ala. Karena, sesungguhnya kemuliaan dan keridhaan-Nyalah yang menjadi penentu .

Walaupun bergabung jin dan manusia menghina kita, kalau Allah menghendaki kemuliaan kepada diri kita, maka tidak akan membuat diri kita menjadi jatuh ke lembah kehinaan. Apalah artinya kekuatan sang mahluk dibandingkan Khalik-nya? Manusia memang sering lupa bahwa qudrah dan iradah Allah itu berada di atas segalanya. Sehingga menjadi sombong dan takabur, seakan-akan dunia dan isinya ini berada dalam genggaman tangannya. Naudzubillaah!!!

Allah Subhanahu Wata’ala Allah berfirman :

"Katakanlah, Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan. Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau Kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu." (QS. Ali ‘Imran [3] : 26)***

Komentar

  1. makasih yah, pas banged sama kebutuhan ane di hari ini, terkadang ane suka lupa, Alhamdulillah tanpa sengaja masuk ke blog ini... mungkin ini adalah salah satu cara Allah untuk ngingetin ane :)
    yg kesemuanya tergantung bagaimana kita sendiri menyingkapi kritikan2 tersebut... bisa menjadikan diri kita naik bahkan pula bisa menjadikan kita down, menyalahkan diri sendiri bahkan adapula yg menyalahkan orang lain....

    ps: izin copas sebagian isinya

    BalasHapus

Posting Komentar